Peristiwa tersebarnya berita pelecehan pelecehan seksual terhadap puluhan anak di usia sekolah dasar yang terjadi di salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat beberapa waktu yang lalu, membuat kita semua terhenyak. Betapa tidak kejadian ini ternyata terjadi sudah terjadi dengan rentang waktu yang cukup lama. Tapi mengapa masyarakat baru menyadarinya sekarang. Dan bagaimana dengan leluasanya pelaku dapat melakukan perbuatannya tanpa di sadari oleh masyarakat sekitar.


    Berdasarkan hasil studi dari Berdasarkan studi tahun 2020 yang dilakukan oleh Indonesia Judicial Research Society, ada beberapa alasan yang menjadi penyebab korban pelecehan seksual tidak mampu melaporkan kejadian yang menimpanya. Penyebabnya adalah karena merasa takut (33,5%), kemudian diikuti dengan merasa malu (29%), tidak tahu mau melapor ke mana (23,5%), dan merasa bersalah (18,5%). Dan menurut Indonesia Judicial Research Society kejahatan pelecehan seksual tidak bisa disamakan dengan kejahatan kriminal pada umumnya. Kondisi yang disebutkan dari hasil survey tersebutlah yang membuat mereka merasa enggan melapor, sehingga kasus-kasus seperti ini baru terungkap setelah sekian lama.


    Sementara itu kementrian pendidikan ristek dan teknologi telah jauh-jauh hari mengantisipasi terjadinya tindak pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dengan menerbitkan Permendikbudristek no 25 tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Disamping itu kemdikbudristek juga telah menyediakan petunjuk teknis bagi satuan pendidikan maupun daerah untuk membentuk satuan tugas pencegahan dan penindakan kekerasan seksual dan kekerasan lainnya.


    Menurut kemendikbudristek Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal. Lalu apa itu ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender? Menurut Komnas Perempuan (2017), “ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender” adalah sebuah keadaan terlapor menyalahgunakan sumber daya pengetahuan, ekonomi dan/ atau penerimaan masyarakat atau status sosialnya untuk mengendalikan korban.


    Berdasarkan defenisi di atas perbuatan pelecehan seksual dapat terjadi secara fisik dan non fisik, verbal, atau secara daring menggunakan teknologi komunikasi dan informasi. Secara praktisnya berikut adalah jenis-jenis perbuatan yang bisa dikategorikan kedalam perbuatan pelecehan seksual. Berperilaku atau mengutarakan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan penampilan fisik, tubuh ataupun identitas gender orang lain (misal: lelucon seksis, siulan, dan memandang bagian tubuh orang lain). Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, dan/atau menggosokkan bagian tubuh pada area pribadi seseorang. Mengirimkan lelucon, foto, video, audio atau materi lainnya yang bernuansa seksual tanpa persetujuan penerimanya dan/atau meskipun penerima materi sudah menegur pelaku. Menguntit, mengambil, dan menyebarkan informasi pribadi termasuk gambar seseorang tanpa persetujuan orang tersebut. Memberi hukuman atau perintah yang bernuansa seksual kepada orang lain (seperti saat penerimaan siswa atau mahasiswa baru, saat pembelajaran di kelas atau kuliah jarak jauh, dalam pergaulan sehari-hari, dan sebagainya). Mengintip orang yang sedang berpakaian. Membuka pakaian seseorang tanpa izin orang tersebut. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam seseorang untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang sudah tidak disetujui oleh orang tersebut. Memaksakan orang untuk melakukan aktivitas seksual atau melakukan percobaan pemerkosaan. Dan melakukan perbuatan lainnya yang merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.


    Jika di perhatikan bahwa hal-hal di atas sudah sepatutnya menyadarkan kita bahwa celah untuk terjadinya pelecehan seksual sangat besar dan terbuka lebar terutama pada anak-anak di bawah umur. Dan untuk mengatasi itu semua, dunia pendidikan selaku lembaga yang memiliki tugas sebagai tempat untuk menanamkan nilai-nilai dan kecakapan hidup sudah seharusnya tampil sebagai garda terdepan dalam pencegahan pelecehan seksual. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan Pendidikan Seksual bagi anak didiknya. Pendidikan Seksual sering kali disalah artikan oleh sebagian kalangan, karena mereka menganggap seolah-olah kita mengadopsi gaya pendidikan seks yang bernuansa ‘kebarat-baratan’. Pendidikan seksual yang diamaksud adalah pendidikan seksual yang di sesuaikan dengan adat istiadat yang ada pada kita. Yang sesuai juga dengan pesan dari orang tua kita dahulu lewat pepatah “Adaik Basisampiang Agamo Batilanjang”.


    Pendidikan seksual yang di maksud adalah pendikan yang di berikan sesuai dengan tingkatan usia dan pemahamannya. Misalnya pada anak usia sekolah dasar, mereka di ajarkan bagaimana mengenal dan menjaga kesehatan organ-organ tubuhnya. Mereka di bekali juga pengetahuan tentang perbedaan bagian tubuh laki-laki dan perempuan. Mereka di ajarkan kebiasaan untuk tidak telanjang ketika keluar kamar mandi. Kemudian mereka di beri pengetahuan bagian-bagian tubuh intim mereka yang tidak boleh di lihat atau disentuh oleh orang lain kecuali orang tua atau pengasuh yang dipercaya. Dan mereka juga di bekali dengan pengetahuan jika ada orang yang menyentuh bagian terlarang dari tubuh mereka apa sikap yang harus mereka lakukan. Sementara ntuk usia diatas pendidikan dasar contoh SMP, SMA/SMK materi yang di sampaikan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pendidikan seksual usia remaja.


    Ketidakpahaman anak didik justru akan menimbulkan potensi terjadinya pelecehan seksual bagi mereka. Mereka akan dengan sangat mudah dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku yang umumnya memiliki kuasa yang lebih besar. Kemudian pendidikan seksual juga akan mengedukasi mereka bagaimana mampu menjaga diri untuk tidak terjebat pada perilaku yang seksual yang menyimpang dan di luar norma dan adab ketimuran.


    Dan untuk dapat melaksanakan itu semua harus di dukung oleh minimal tiga lingkungan belajar anak. Pertama lingkungan keluarga, kedua lingkungan sekolah dan yang ketiga lingkungan masyarakat. Pertama lingkungan sekolah, lingkungan sekolah meliputi pemerintah pusat, daerah, dinas pendidikan sampai kepada tingkat satuan pendidikan terendah. Pemerintah dalam hal ini harus memasukkan kurikulum pendidikan seksual kedalam struktur pemeblajaran wajib yang di ajarkan di sekolah-sekolah. Pemerintah daerah sebagai pengawas dapat membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Dan satuan pendidikan dapat menysun kurikulum operasional satuan pendidikan yang memuat penndidikan seksual. Kemudian untuk lingkungan keluarga, setiap anggota keluarga terlebih lagi orang tua harus memiliki pegetahuan tentang pendidikan seksual bagi anak. Pengetahuan ini dapat di peroleh melalui berbagai media atau bisa meminta kepada satuan pendidikan atau pemerintah untuk di adakan pendidikan seksual bagi orang tua/wali murid. Sehingga diharapkan pengetahuan yang mereka dapatkan menjadi bekal dalam mendidik putra-putri mereka seputar masalah seksual. Selanjutnya lingkungan masyarakat, kita semua perlu menciptakan lingkungan masyakat yang sadar dan tanggap terhadap pelecehan seksual. Kepedulian dan ketanggapan masyarakat ini perlu dibangun dengan teknik dan metode yang beragam. Misalnya menyelipkan materi pendidikan seksual pada kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan posyandu, kegiatan wirid yasin dan lain sebagainya.


    Sehingga apabila semua pihak sudah ikut memberikan kontribusinya pada masalah ini diharapkan kasus-kasus pelecehan seksual tidak lagi, terlebih lagi pelecehan seksual pada anak di bawah umur. Semoga kita semua mampu menjadikan anak-anak kita generasi yang melek akan pendidikan seksual, serta mampu menjaga dirinya dari perbuatan pelecehan seksual dan juga perbuatan seksual yang menyimpang. Dan kita juga berdoĆ” semoga negeri ini terbebas dari semua bentuk-bentuk perilaku menyimpang lainnya. Sehingga menjadilah negeri ini negri yang “Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” yang “baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur”. Amin.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama